INFOLABUANBAJO.ID — Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Lembor yang terletak di Daleng, Desa Daleng, Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, NTT terus menjadi sorotan dengan fenomena antrian panjang kendaraan yang hendak mengisi BBM khususnya yang disubsidi pemerintah.
Pemandangan ini kerap terjadi di SPBU yang terletak di pinggir jalan Trans Flores itu hingga menimbulkan gejolak protes dari masyarakat di wilayah itu sebab mayoritas kendaraan yang ikut mengantri adalah milik para pengusaha Tambang Galian C.
Terkait situasi ini masyarakat menaruh dugaan jika SPBU Lembor membangun konspirasi dengan para pengusaha Tambang Galian C demi mendapatkan BBM Subsidi.
Namun, Direktur SPBU Lembor bernama Yan saat dikonfirmasi Info Labuan Bajo membantah keras dugaan tersebut.
Ia menegaskan, dugaan SPBU Lembor bekerja sama dengan para pengusaha Tambang Galian C demi mendapatkan BBM Subsidi itu tidak benar.
“Itu tidak benar. Saya tegaskan kembali itu tidak benar,” ungkap Yan di kantor SPBU Lembor pada Jumat 24 Mei 2024.
Direktur SPBU Lembor ini bahkan menyebut tidak mengenal secara dekat dengan para pengusaha tambang tersebut.
“Mengenal dengan mereka pun tidak. Bagaimana bisa dibilang saya kerjasama dengan mereka,” ungkapnya.
Ia menjelaskan kendaraan-kendaraan milik para pengusaha tambang tersebut sudah mengantri terlebih dahulu di area SPBU Lembor.
“Terkait antrinya itu karena mereka ini sudah sore jam 7 sudah stand by. Kita kan tidak tahu bagaimana situasi di luar area SPBU. Karena kita membatasi mereka hanya boleh (mengantri) di luar area SPBU. Kalau di dalam takutnya menganggu fasilitas. Di luar itu kita tidak berwenang,” ungkap Yan.
Yan menjelaskan, proses pengisian BBM Bersubsidi di SPBU Lembor menggunakan sistem Barcode yang telah dikeluarkan Pertamina.
“Setiap saat kita melihat dan membaca. Sesuai nggak. Kita ada alat sistem. Dari situ kita tahu ini Barcode benar atau tidak.
Menurut Yan, sistem Barcode untuk pengisian BBM Subsidi ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pertamina Pusat.
“Dari pusat dia sudah tahu harus punya STNK, kepemilikan dan maksimal (Kendaraan) harus roda enam,” terang Yan.
Soal kendaraan, jelas Yan bukan hanya kepemilikan pribadi tapi ada yang dimiliki perusahan.
“Dari situ tentu mereka proses (membuat Barcode) tentu dibaca sistem. Sekarang kalau sistem dibaca oke siapa yang mau larang. Difoto kendaraannya,” terang Yan.
Terkait pengusaha Tambang Galian C yang memiliki sejumlah kendaraan yang mengisi BBM Subsidi dengan menggunakan Barcode, Yan meminta dinas terkait duduk bersama untuk membahas persoalan ini.
“Apakah Barcode ini bisa berlaku semuanya. Kami selaku pelayan tidak bisa membatasi. Seperti yang dibilang tadi ini tidak boleh. Saya tidak punya kewenangan itu,” ungkap Yan.
Yan juga menyebut jika SPBU tidak bisa membatasi pengisian terhadap sejumlah kendaraan yang dimiliki satu orang karena di Barcode tidak melampirkan nama pemilik kendaran tapi hanya berupa STNK.
Sementara sebelumya Pengawas SPBU Lembor Erlemelinda Wida berkata, “Minyak ini adalah minyak subsidi yang telah diatur oleh BPH Migas. Jadi setiap hari kita hanya mendapat 8 Kl atau senilai 8 ton jadi 8000 itu otomatis habis pada jam 12. Jadi kalau ada mobil lain tidak kebagian maka harus ikut antri lagi” ungkapnya.
Soal adanya mobil-mobil yang dominan berada dalam antrian itu diduga berasal dari satu perusahan milik PT. Sinar Lembor dan PT. Wae Wake yang berwarna hijau bercampur merah pada bagian belakangnya dan mobil berwarna hijau bercampur hitam pada bagian belakangnya, Erlin menyebut bukan ranah-nya untuk mengecek.
“Mobil yang sama itu mempunyai Barcode jadi kami tidak bisa mendikte mereka apakah mereka itu dari perusahaan atau tidak itu bukan ranah kami. Karena selama ini mereka isi menggunakan Barcode jadi kami isi saja. Kuota mereka setiap hari 200 liter jadi supaya semua dapat, kami hanya layani 75 liter dibagi secara merata,” ungkap Erlin.
Dengan dilayaninya mobil yang sama yang berdampak merugikan yang lain, Erlin menjelaskan, mobil yang berasal dari perusahan itu menggunakan solar industri tapi mereka datang isi menggunakan Barcode.
“Kami tidak mengetahui mobil itu milik perusahan karena semua proses pengisian menggunakan Barcode dan pengisian tidak ada masalah. Mereka sendiri juga yang membuat barcodenya,” kata Erlin
“Kami sudah menganjurkan untuk membeli Pertamina dex namun resikonya ketika ada yang membeli tentu harganya naik dan tentu masyarakat juga merasa rugi,” tutup Erlin.
Dalam penelusuran media ini terdapat sejumlah pengusaha tambang di Lembor yang menggunakan BBM Subsidi untuk operasional mereka.
Misalkan PT Dwiputra yang memiliki lokasi tambang Galian C di Pandang Kelurahan Tangge.
Viki, pemilik usaha tambang galian C ini mengaku memiliki beberapa unit kendaraan yang dipakai untuk mengakut hasil tambang galian C menggunakan BBM Subsidi.
Kata dia, kendaraan-kendaraan tersebut tidak masuk dalam sistem perusahaan tambang yang dimilikinya namun usaha tersebut yang menyewa kendaraan yang dimilikinya itu.
“Bisa tanya ke admin saya,” terang Viki.
“Tidak masuk dalam usaha tambang dia,” tambah Viki.
Menurut Viki, usaha kuari yang dihasilkan dari kegiatan tambang galian C itu wajib membayar penggunaan kendaraan ke dirinya juga.
“Saya pisah-pisahkan uangnya,” tegas Viki.
Terkait masalah antrian yang terjadi di SPBU Lembor, kata Viki ” siapa yang datang duluan itu yang pulang lebih awal.”
Pengakuan sama juga disampaikan Vinsen, pemilik PT. Sinar Lembor.
Ia menyebut sejumlah kendaraan yang dimilikinya hanya dipakai untuk mengangkut material.
Sedangkan Carles, Pemilik CV Fira Karya yang juga memilik usaha kuari di Siru menyebut, kendaraan yang dimilikinya juga dipakai untuk mengakut material.