INFOLABUANBAJO.ID — Oknum Kepala Desa di Manggarai Barat sungguh tak punya hati. Bagaimana tidak, warga yang menimpa musibah kebakaran rumah dipersulit untuk mendapatkan bantuan.
Tindakan ini dilakukan oleh Fabianus Asman, Kepala Desa Sewar, Kecamatan Welak, Manggarai Barat.
Lasarus Garut (76) dan Bonafantura Satuan (39) warga Dusun Liang Lakap, Desa Sewar ini menceritakan kisah mereka yang dipersulit oleh Kades Fabianus untuk memperoleh bantuan bencana yang seharusnya mereka terima.
Kepada Info Labuan Bajo, Lasarus Garut (76) menjelaskan, pada tanggal Tanggal 17 September 2023 silam rumahnya ditimpa kebakaran hebat hingga seisi rumah hangus. Rumah berukuran 8×6 milik korban rata dengan tanah. Padi tujuh karung hingga ijazah milik anak-anak di dalamnya ikut ludes dilalap si jago merah. Belum lagi harta benda lainnya. Taksiran kerugian mereka mencapai puluhan juta.
“Setelah kejadian saya ke sana menghadap kepala desa sekitar satu Minggu setelah kejadian kebakaran untuk melapor, tapi pak kades bilang laporannya lambat. Itulah alasannya sehingga dia tidak mengurus karena terlambat itu,” terang Lasarus.
Peristiwa kebakaran rumah ini kata Lasarus sungguh sangat dipersulit oleh kepala desa Sewar Fabianus Asman.
“Saya melapor ke desa dengan adat Manggarai. Tapi kepala desa bilang tidak bisa. Saat itu saya bilang kalau bapak kades tidak bisa ngomong, biar saya bisa kasih tau ke ke keluarga. Ada satu staf desa bilang, kakak (Kades) ini kan tidak apa-apa hanya untuk tanda tangan . Tapi jawab Kades kalau kamu yang tahu, kamu saja yang urus . Karena dengar jawaban itu staf ini diam. Kemudian saya tanya lagi apakah ini benar tidak ada lagi kebijakan lagi. Jawab kades tidak ada. Sehingga saya pulang dan bawa lagi rokok yang saya bawa. Pak kades bilang ada saja saya nanti lihat di sana,” ungkap Lasarus.
Ia menceritakan saat bencana yang kedua yakni ketika kejadian banjir di rumah anaknya yang ia tumpangi sementara. Waktu itu selain banjir rumah, Lasarus juga harus kehilangan seekor ternak kerbau yang terseret arus banjir. Dirinya kemudian kembali melapor ke desa.
“Kami lapor lagi, berbicara soal itu. Pak kades bilang dia tidak tahu kejadian itu,” ungkap Lasarus.
Semua laporan yang ke Pemerintah Desa kata Lasarus karena didorong oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Karena mengalami pengalaman telah dua kali melapor ke Pemerintah desa namun tidak terealisasi, Lasarus kemudian berdiskusi dengan Dinas terkait.
“Kami diskusi dengan Dinas Sosial. Kata dinas agar untuk menerima bantuan harus buat proposal. Makanya kami buat proposal. Lagi-lagi proposal yang kami buat tidak ditandatangani oleh kepala desa. Atas dasar itu, makanya kami inisiatif untuk ambil tanda tangan kepala desa dari sebuah berkas yang kebetulan ada tanda tangannya pak Kades. Kami tempel di proposal itu. Itu kami buat secara terpaksa karena terdesak,” terang Lasarus.
Menurut Lasarus, proposal yang diberikan ke BPBD itu berhasil diverifikasi sehingga satu bulan kemudian proposal yang diajukan itu layak diberi bantuan oleh dinas terkait.
“Dan tibalah bantuan itu di desa pada tanggal 22 Juni, Dinas Sosial antar bantuan ke Desa Sewar. Saat bantuam itu tiba Kades kaget. Dinas Sosial bilang ini bantuan karena ada bencana. Pak Kades bilang, prosesnya bagaimana. Dinas bilang lewat proposal. Pak kades bilang ini tanda tangan saya ditempel, saya lapor ke polisi,” terang Lasarus.
Atas dasar itulah yang membuat Dinas Sosial membawa kembali bantuan yang telah diberikan itu.
“Kalau kades tidak tanda tangan kami bawa kembali. Kata dinas yang bawa. Makanya kami mau mengkonfirmasi kembali ke dinas soal bantuan itu. Itulah masalah yang kami hadapi sekarang,” beber Lasarus.
Sementara Kepala Desa Sewar Fabianus Asman saat dikonfirmasi media Info Labuan Bajo pada Jumat 28 Juni 2024 malam mengatakan, kejadian yang menimpa warganya atas nama Lasarus Garut (76) dan Bonafantura Satuan (39) bukanlah masalah.
Kades Fabianus membeberkan sejumlah alasan terkait peristiwa yang diceritakan warganya itu.
“Inikan buka masalah kalau menurut saya. Cuman caranya. Kami kan sudah sampaikan tentang musibah. Jadi musibah apa saja masyarakat harus cepat melapor. Boleh lambat sampai dua tiga hari boleh, supaya diketahui kronologis kejadiannya. Kemudian yang kedua apa kerugian mereka mesti kita data. Khusus kejadian kebakaran rumah ini, bukan rumah, ini kejadian di kebun bukan di kampung. Sekang one uma pe (Pondok di kebun). Mereka lapor itu bukan lagi di tahun 2023, mereka datang di tahun 2024,” terang Kades Fabianus.
Menurut Kades Fabianus, dirinya bukannya tidak mau mengurus proposal untuk bantuan bencana itu, ” karena tenggang waktunya sudah satu bulan,” kata Kades Fabianus.
“Dan pada waktu itu hujan keras. Kasusnya di bulan September. Laporannya di akhir bulan Oktober. Jadi saya tanya kapan kejadiannya. Mereka bilang, Ta Pa (aduh bapak) bagaimana saja caranya. Terus saya bilang kalau sudah kejadiannya setalah satu bulan begini bagaimana saya mau ini. Anggap itu saya lalai to? Lalai dalam tugas saya. Terus apa yang harus menjadi bukti saya jika tidak ada identifikasi dari bawah. Ia, Untuk TKP nya atau apa, Jadi yang jelas data-datanya itu bagaimana saya bisa lapor,” beber Kades Fabianus.
“Terus mereka bilang, Ta bo kerugian itu-itu (ya kerugian itu-itu). Terus saya bilang mana bukti fotonya, supaya saya bisa masuk di grup. Ae to manga, bekas tinggal tanah (Tidak ada, bekas tinggal tanah). Ae, co gi ta (aduh bagaimana sudah) saya tidak berani. Saya bilang begitu. Akhirnya tidak berani diam saja begitu,” tambahnya.
Pada tahun 2023 lanjut Kades Fabianus, korban ini datang lagi saat muncul proposal.
“Aneh saya bilang, tidak mungkin proposal itu datangnya dari dinas. Paling tidak yang lapor itu dari desa. Setelah itu diam sudah. Akhir-akhirnya kemarin datang ini bantuan, ba ngger ce wa mai ga (bawa ke sini dari bawah) terus saya lihat di peroposalnya itu saya lihat tipu saya punya tanda tangan. Scan saya punya tanda tangan. Akhirnya saya bilang begini karena tidak ada mulai tanggal satu Maret itu saya bilang ada kasus kebakaran itu coba saya harus clear ke bawah dulu. Terus sampai di bawah itu (di Labuan Bajo) Terus (dinas bilang) Pak kades karena kami tidak tahu apakah ini lewat WA Grup atau apalah itu, karena kami tidak lihat proposalnya itu, langsung kami muat ke atas. Saya bilang siapa yang buat ini proposal. Itu saja kemarin,” terang Kades Fabianus.
Lagi-lagi Kades Sewar menegaskan bahwa rumah korban yang terbakar ini adalah pondok yang ada di kebun.
“Mereka tinggal disitu,” tegasnya.
Menurut Kades Fabianus, lokasi kebakaran itu juga merupakan ulayat dari desa lain.
“Jaraknya kurang lebih 28 kilo. Lau (disana) Rengkas. Itukan jauh dari Sewar itu. Di desa lain dia, ” terang Kades Fabianus.
Bagi Kades Fabianus, bahwa laporan peristiwa bencana yang menimpa warganya harus 1 kali 24 jam.
“Intinya saya itu masih ada bukti-bukti fisik itu kebakaran. Entah satu Minggu yang penting ada itu fisik. Kan sudah ada fisiknya,” tegas Kades Fabianus.
Penjelasan Kades Fabianus berbeda dengan penuturan yang telah disampaikan
Lasarus Garut (76) warga Desa Sewar yang mengalami kebakaran rumah.
Ia menjelaskan, dirinya memang tinggal di kebun, namun ia merupakan warga Desa Sewar.
“Saya warga Desa Sewar, KTP saya Sewar. Memang kami tinggal di kebun. Dan bukan hanya saya, hampir ada 20 lebih orang warga Sewar yang mempunya kebun di dekat tempat saya. Termasuk Tu’a Golo (Kepala Kampung) Sewar. Cuman karena saya saja yang tinggal di sana,” ungkap Lasarus.
Lasarus menduga, kesulitan untuk mendapat bantuan yang dialami dirinya ini masih ada kaitannya dengan dendam politik saat pemilihan kepala desa yang dilakukan oleh Kades Fabianus.
“Ya patut diduga ini semua karena dendam Politik pilkades,” pungkas Lasarus.