INFOLABUANBAJO.ID — Kasus ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Manggarai Barat Ferdiano Sutarto Parman yang disebut mencoblos dua kali di tempat pemungutan suara (TPS) kini menjadi perhatian publik luas.
Calon Bupati Manggarai Barat, Mario Pranda menegaskan, kasus yang dilakukan oleh ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Manggarai Barat Ferdiano Sutarto Parman ini menjadi salah satu diantara sekian banyak dugaan kecurangan yang akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
Dikatakan Mario Pranda, pada gelaran pilkada Manggarai Barat Rabu (27/11/2024) lalau, Ano Parman mencoblos di dua TPS yaitu di TPS 001 Munting, Desa Munting, Lembor Selatan dan di TPS 002 Batu Cermin, Labuan Bajo.
Lantas bagaimana Undang-undang mengatur bagi pemilih yang menggunakan hak suaranya lebih dari satu?
Dirangkum dari sejumlah sumber diterangkan bahwa, setiap orang yang terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu 2024 hanya boleh menggunakan hak pilihnya satu kali pada satu tempat pungutan suara (TPS) atau TPS luar negeri (TPSLN).
Pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali bisa dikenai sanksi pidana penjara dan denda belasan juta rupiah. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 516.
“Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah),” demikian bunyi aturan tersebut.
Setiap orang juga diwajibkan memberikan keterangan yang benar ketika mengisi data daftar pemilih pemilu. Pemalsuan data terancam hukuman pidana penjara satu tahun dan denda Rp 12 juta.
“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian dafar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 488 UU Pemilu.
UU Pemilu juga mengatur sanksi bagi siapa pun yang menghalangi hak pilih orang lain atau mengajak orang lain golput pada Pemilu 2024. Pasal 510 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilih, terancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Sementara, jika seseorang menjanjikan atau memberikan uang supaya orang lain tak menggunakan hak pilihnya atau menggunakan hak pilihnya untuk menyebabkan surat suara tidak sah terancam pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 36 juta.
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah),” bunyi Pasal 515 UU Pemilu.
Lalu, pada Pasal 517 UU yang sama disebutkan, orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 60 juta.
Selanjutnya, Pasal 531 mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang memakai kekerasan atau menghalangi seseorang yang akan menggunakan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara.
Ancamannya pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. Masih menurut UU Pemilu, seorang atasan yang tidak memberikan kesempatan bagi pekerjanya untuk mencoblos pada hari pemungutan suara bisa dipidana penjara 1 tahun dan denda Rp 12 juta.
“Seorang majikan/ atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua betas juta rupiah),” bunyi Pasa 498 UU Pemilu.