INFOLABUAN BAJO.ID – Di tengah deru mesin espresso dan kepulan aroma sirup impor yang kian jamak di Labuan Bajo, sebuah kedai kopi memilih jalan sunyi. Alih-alih berjibaku dalam tren es kopi susu kekinian, ‘Kopi Mane Inspiration’ berdiri tegak sebagai benteng pertahanan cita rasa asli kopi Manggarai. Ia menjadi oase bagi para pelancong, domestik maupun mancanegara, yang merindukan kejujuran rasa dari tanah Flores.
“Nama itu kan doa. Harapannya, dari sini muncul ide-ide baru, cerita-cerita baru,” ujar Yuliana Wenti Permata Romas, pemilik Kopi Mane Inspiration Labuan Bajo, saat ditemui di kedainya di Jalan Soekarno Hatta, Selasa, 24 Juni 2025.
Bagi Wenti, nama kedainya bukan sekadar jenama. Ia adalah manifesto. “Kopi Mane Inspiration” merupakan hibrida tiga bahasa: “Kopi” dari bahasa Indonesia, “Mane” yang bermakna sore dalam bahasa Manggarai, dan “Inspiration” dari serapan Inggris. Filosofinya terajut rapi: sore adalah momentum rehat, saat inspirasi mengalir deras setelah seharian lelah beraktivitas, ditemani secangkir kopi yang mampu menyatukan ragam kepala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kisah Kopi Mane Inspiration bermula dari kepulangan. Pada Oktober 2014, Wenti dan keluarganya hijrah dari hiruk pikuk Jakarta ke Ruteng, kota sejuk di jantung Manggarai, selepas orang tuanya purnatugas. Dua bulan berselang, Desember 2014, gerai pertama mereka resmi dibuka di Ruteng. Namun, insting bisnis mereka melihat denyut pariwisata yang lebih kencang di pesisir.
Labuan Bajo, gerbang utama menuju Taman Nasional Komodo, menjadi sasaran berikutnya. “Kami melihat Labuan Bajo sebagai pintu masuk. Perluasan pasar memang harus dengan ekspansi,” tutur perempuan kelahiran 1988 itu. Pada 20 November 2015, Kopi Mane Inspiration menancapkan benderanya di Labuan Bajo, dekat Bandara Komodo, sebelum akhirnya menetap di lokasinya saat ini.
Kunci konsistensi mereka terletak pada kontrol rantai pasok yang ketat, dari hulu hingga ke cangkir. Bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom), mereka hanya memburu biji kopi berkualitas specialty. Proses sangrai pun dilakukan sendiri di Ruteng untuk menjaga karakter rasa yang otentik. “Petani-petani juga tahu standar yang kami inginkan. Quality control dari bijinya kami jaga,” tegas Wenti.
Kepatuhan pada standar itu tak berhenti di biji mentah. Di balik meja bar, setiap seduhan adalah ritual presisi. Takaran kopi dan air ditimbang akurat, memastikan setiap cangkir yang tersaji memiliki rasa yang konsisten, tak peduli siapa pun barista yang bertugas hari itu. “Ada rasio kopi dan air. Semua ditimbang, jadi presisi dan tetap sama,” katanya.
Filosofi puritan ini membuat Kopi Mane enggan bermain-main dengan menu yang bisa “mengaburkan” esensi rasa kopi. Mereka ingin pengunjung, terutama turis, pulang membawa memori tentang rasa kopi Manggarai yang sesungguhnya. “Beberapa turis senang karena akhirnya menemukan kopi Manggarai asli yang tidak dibikin aneh-aneh. Karena kalau mau cari latte atau cappuccino, di tempat lain banyak,” ungkap Wenti.
Namun, jalan lurus menjaga otentisitas tak selamanya mulus. Di tengah persaingan bisnis yang kian sengit, tantangan justru datang dari kebun. Produksi kopi Manggarai, menurut Wenti, cenderung menurun. Perubahan iklim menjadi salah satu biang keladinya. “Ini yang jadi tantangan, kami agak kejar-kejaran untuk mencari pasokan biji kopi,” keluhnya.
Penulis : Fons Abun
Editor : R. Nahal
Halaman : 1 2 Selanjutnya






