HUKRIM  

Nama Abi Salim Diduga Dalang yang Ajak Masyarakat Rangko Jual Pasir Ilegal ke Proyek Reklamasi Mawatu Resort

Salah satu nama yang diduga menjadi dalang ini adalah seorang warga yang tinggal Labuan Bajo bernama Abi Salim.

Nama Abi Salim Diduga Dalang yang Ajak Masyarakat Rangko Jual Pasir Ilegal ke Proyek Reklamasi Mawatu Resort
Nama Abi Salim Diduga Dalang yang Ajak Masyarakat Rangko Jual Pasir Ilegal ke Proyek Reklamasi Mawatu Resort. (Foto: Ilustrasi)

INFOLABUABAJO.ID — Kasus penjualan pasir ilegal ke proyek reklamasi Mawatu Resort di Labuan Bajo, terus menjadi perhatian publik.

Sejumlah nama kini disebut-sebut sebagai dalang yang mengajak masyarakat Rangko, desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng untuk melakukan pengerukan pasir pantai secara ilegal di Rangko Koe untuk kemudian dijual ke proyek reklamasi Mawatu Resort di Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT.

Salah satu nama yang diduga menjadi dalang ini adalah seorang warga yang tinggal Labuan Bajo bernama Abi Salim.

Hal ini terungkap setelah Rafid, salah satu Bintara Pembina Desa (Babinsa) Desa Tanjung Boleng memberikan keterangan yang membongkar praktik penjualan pasir ilegal di wilayah hukum desa Tanjung Boleng.

Rafid mengatakan, jika Abi Salim adalah sosok yang berhubungan dengan manajemen Mawatu Resort dalam urusan menjual pasir hasil tambang ilegal di Rangko Koe untuk kepentingan reklamasi pantai di pesisir Mawatu Resort.

“Nah salim ini kalau masyarakat sudah cair mereka datang ke rumahnya di Golo Koe (kelurahan wae kelambu), ujarnya saat ditemui di Labuan Bajo pada Jumat, 28 Februari 2025

Lebih lanjut, Babinsa Rafid menjelaskan, Salim juga menipu 41 pelaku tambang ilegal di Kampung Rangko. Menurutnya, Salim memberitahukan kepada masyarakat Rangko bahwa setiap pelaku penambang harus potong 5 m³. Uang kata Babin Rafid untuk diserahkan kepada ulayat Mbehal sebagai pemilik wilayah.

“Saya sudah datanya kepada Om Gebi dan Karl. Katanya tidak pernah ketemu Abil Salim apalagi terima uang itu. Mereka tidak tahu juga ada penambangan pasir ilegal di Pantai Rangko Koe,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa orang Mbehal rencananya akan datang ke rumah Abi Salim dalam waktu dekat untuk meminta klarifikasi langsung dari Salim.

Sementara itu, media ini sudah berupaya untuk mengkonfirmasi kepada Abi Salim terkait dengan pernyata masyarakat Kampung Rangko melalui Babinsa Desa Tanjung Boleng.

Namun panggilan WA tidak dijawab. Media ini kemudian mengirim materi wawancara melalui pesan singkat WhatsApp.

Salim hanya menjawab jika dirinya sedang berada diluar kota. “Sy masih sibuk di luar kota,” ujarnya melalui pesan WA pada Jumat, 28 Februari 2025.

Sementara itu, Babinsa Rafid juga menjelaskan, selama proses penambang pasir hingga menjual pasir ke Mawatu Resort, ada tiga nama yang disebut bertanggung jawab untuk menghubungi masyarakat untuk menjual pasir ke Mawatu yakni, Erwin, Sahril, dan Syarif.

“Saya pernah menanyakan mereka ini yaitu Erwin, Sahril, da Syarif tapi jawabnya bahwa mereka juga penambang. Mereka tidak terbuka ketika saya tanya,” ujarnya

Babinsa Desa Tanjung Boleng ini juga menjelaskan selama ini dirinya terus menggali informasi soal siapa saja yang berperan dalam kasus penambang pasir ilegal di Pantai Rangko Koe, Desa Tanjung, Boleng, Kecamatan Boleng, Manggarai Barat.

Proyek Reklamasi Mawatu Resort Labuan Bajo: Pagari Laut hingga Pakai Pasir Ilegal untuk Reklamasi Pantai

Riak ombak dan hujan gerimis menyambut kami ketika Kamis kemarin mendatangi lokasi yang disebut-sebut menjadi tempat ‘aktivitas penambangan pasir laut ilegal’ oleh sejumlah nelayan dari Dusun Rangko, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng Kabupaten Maggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Lokasi itu membutuhkan waktu sekitar 17 menit ke arah utara dari kota pariwisata premium Labuan Bajo menggunakan sepeda motor. Dari Pelabuhan Terminal Multipurpose Wae Kelambu hanya membutuhkan waktu 10 menit menggunakan perahu motor. Merujuk aplikasi Maps, pantai itu juga berdekatan dengan pantai bernama Merot.

Baca Juga:  Ratusan Massa Seruduk Kejari Manggarai Barat Desak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Proyek Irigasi Wae Kaca

Di tempat itu masih terlihat jejak bekas tumpukan pasir dengan diameter mencapai dua hingga tiga meter. Tumpukan pasir berwarna putih itu tersebar di beberapa titik.

Tak hanya itu banyak cekungan bekas penggalian mengindikasikan pengambilan pasir laut di tempat itu telah berlangsung.

“Ini sudah lokasinya kemarin mereka ambil, turun saja dulu itu masih ada bekas-bekas tumpukan pasir,” kata pemilik perahu motor yang kami tumpangi menuju lokasi dan meminta namanya tidak disebut.

Dirinya juga memberitahukan bahwa kami datang disaat air laut sedang pasang sehingga tidak melihat lebih banyak bekas pengambilan pasir tersebut. “Coba tadi sebelum air pasang ke sini pasti kelihatan semua bekas pengambilan pasir ini,” bebernya.

Ia juga tidak mengetahui pasti orang- orang yang mengambil pasir di tempat itu. Sebab, aktivitas mereka tidak dilakukan pada siang hari. “Kemarin katanya sudah ditangkap oleh Lanal Labuan Bajo, tapi sudah dibebaskan,” katanya sesaat setelah perahu miliknya itu berlabuh di lokasi itu.

Saiba, salah seorang ibu rumah tangga yang kami temui di Rangko, pada Kamis, (13/2) mengaku prihatin dengan sebutan masyarakat Rangko sebagai penambang pasir ilegal. Pasalnya, kata dia, masyarakat tidak tahu peraturan atau larangan untuk mengambil pasir laut.

“Kita sebagai masyarakat juga tidak tau berapa meter dari pinggir pantai itu kita tidak tau. Cuman ya kasian juga mau bagaimana sudah,” katanya.

“Saya minta jangan dianggap bahwa masyarakat Rangko itu penambang. Kita tidak mengerti dengan namanya penambang itu, dan kita tidak pernah melakukannya,” sambungnya.

Menurutnya aktivitas dari nelayan yang menjual pasir ke Mawatu Resort itu baru satu Minggu terakhir. “Baru satu Minggu ini saja. Dan kita juga kaget juga toh, apa namanya perahu-perahu angkut pasir katanya ditahan di sana,” pungkasnya.

Sehari sebelumnya informasi dugaan aktivitas penambangan pasir laut ilegal ramai diperbincangkan, setelah adanya pemberitaan sejumlah media di Labuan Bajo.

Dalam laporan beberapa media menerangkan bahwa tim Patroli Keamanan Laut Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Labuan Bajo berhasil menggagalkan aktivitas penambangan pasir laut ilegal.

Penggagalan ini dilakukan pada Senin (10/2) dalam operasi Tim Intelijen Lanal Labuan Bajo. Setelah melakukan briefing di Mako Lanal Labuan Bajo, tim patroli dibagi ke beberapa sektor untuk memantau kawasan sekitar Pantai Rangko dan Mawatu Resort.

Di sektor Pantai Rangko, tim patroli mendapati sejumlah kapal nelayan tradisional berukuran di bawah 7 GT bergerak secara beriringan menuju lokasi pengambilan pasir laut. Pasir yang diambil dari pesisir Pantai Rangko Kecil ini diduga digunakan untuk reklamasi pesisir Pantai Mawatu Resort.

“Penangkapan terhadap beberapa nelayan Desa Rangko yang melaksanakan penambangan pasir laut secara ilegal dengan menggunakan kapal nelayan tradisional kecil, yang akan digunakan untuk keperluan reklamasi pesisir Pantai Mawatu Resort,” ujar Komandan Lanal (Danlanl) Labuan Bajo, Letkol Laut (P) Iwan Hendra Susilo dalam release yang diproleh wartawan, Selasa (11/2) malam.

Letkol (P) Iwan menerangkan, dalam operasi tersebut tim patroli menghalau kapal yang mengangkut pasir laut dan mengamankan 4 kapal nelayan dari Desa Rangko. Masing-masing kapal membawa sekitar 2 meter kubik pasir laut, dengan total muatan sebanyak 8 meter kubik.

“Benar pasir laut yang dibawa kapal nelayan Desa Rangko berasal dari pesisir Pantai Desa Rangko dengan Koordinat 8°27’42.3″S 119°55’44.6″E. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, diperkirakan sekitar 2.000 meter kubik pasir telah diangkut dan digunakan dalam proyek reklamasi tersebut,” ungkapnya.

Baca Juga:  BREAKING NEWS: Rumah Tuan Pesta di Labuan Bajo Diserang Sejumlah Orang Tak Dikenal Hingga Ada yang Jadi Korban

Saat ini, kata Iwan Hendra Susilo, nelayan beserta kapal dan pasir laut yang diamankan tengah dalam proses penyidikan pihak Lanal Labuan Bajo.

“Diperkirakan, kerugian negara akibat penambangan pasir laut ilegal ini mencapai Rp 500 juta hingga Rp 1,8 miliar,” ujarnya.

Kasus ini selanjutnya akan dilimpahkan kepada Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Labuan Bajo, sebagai instansi yang berwenang untuk menindaklanjuti proses hukum terhadap pelaku.

Pihak Lanal Labuan Bajo menegaskan bahwa kegiatan eksploitasi sumber daya laut secara ilegal akan terus diawasi dan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku guna menjaga kelestarian lingkungan serta mencegah kerugian negara.

Kami itu bukan penambang,” kata Nelayan Soal Polemik Penambangan Pasir Laut Ilegal

Abdulah, nelayan tradisional yang ikut dalam penambang pasir laut yang dijual kepada Mawatu Resort untuk kepentingan reklamasi wilayah pesisir pantai Mawatu membantah tuduhan Dan Lanal Labuan Bajo. Menurutnya bahwa tidak benar jika nelayan tradisional Rangko adalah penambang pasir.

“Kami itu bukan penambang. Kami itu nelayan tradisional. Kebetulan waktu ada teman yang ajak bahwa pihak Mawatu minta bawakan pasir laut. Kita rame ramelah bawa pasir ke Mawatu,” ujar Abdulah di kediamannya di Rangko, Kamis (13/2).

Abdulah menjelaskan bahwa ia bersama rekannya hanya menggali pasir di lokasi itu baru 1 Minggu. “Itupun tidak tiap hari juga pak. Kan gelombang. Kalau gelombangkan tidak mungkin bisa muat”

Ia mengaku pihaknya hanya mampu mengangkut pasir tersebut sebanyak 3 meter kubik (m³). “Harga 1 m³ itu 250. 000. Itupun dibagi kepada 13 orang. Satu hari itu hanya satu kali muat. Tidak ada yang 2 kali. Dan itupun tidak setiap hari tergantung cuaca,” sebutnya.

Dirinya pun membantah dengan tegas hasil hitungan kerugian negara oleh Dan Lanal Labuan Bajo yang menyebut kerugian mencapai 500 juta hingga 1, 8 m dari hasil penjualan pasir laut ke Mawatu.

Abdulah menilai jika angka 1,8 M kerugian negara sebagaimana dalam rilis dari Dan Lanal Labuan Bajo tidak berbanding lurus dengan bayaran yang mereka terima. “Gimana sampai 1, 8 M pak. Kita aja baru operasi 1 Minggu dan itu pun tidak tiap hari,” ujar Abdulah.

Abdulah membeberkan bahwa para nelayan tradisional dari Rangko yang ditangkap oleh Dan Lanal Labuan Bajo saat itu sedang mengangkut pasir laut menuju Mawatu Resort. Kemudian beberapa Nelayan ditangkap dan mereka dibawa ke Mako Dan Lanal Labuan Bajo.

Sementara Abdulah dan para Nelayan yang lain dicegat pada saat menurunkan pasir dari perahu ke tempat reklamasi di Mawatu Resort. Anehnya, justeru tim patroli TNI Angkatan Laut dari Dan Lanal Labuan Bajo meminta mereka untuk pulang ke rumahnya dan tidak ditahan atau diamankan seperti nelayan lainnya.

“Kami dicegat pada saat bongkar muat di Mawatu. Kami tidak ditahan. Kami hanya diminta pulang,” tandasnya.

Dugaan akal akalan TNI Angkatan Laut Lanal Labuan Bajo dalam menangkap para nelayan tradisional asal Rangko ini justeru dianggap tidak serius. Pasalnya, para nelayan diamankan hanya beberapa hari kemudian dilepas.

“Mereka udah bebas pak. Tidak tahu kenapa mereka bebas silahkan tanya langsung ke pak Ateng,” ujar Abdulah.

Masih Abdulah, bahwa yang menerima catatan penjualan pasir ke Mawatu Resort untuk reklamasi itu bernama Rinto. “Rinto yang terima di Mawatu dia yang catat,” ujarnya.

Baca Juga:  Seru, Sidang Kasus Orang Mati Ikut Coblos di PN Labuan Bajo, Hakim Cecar Sejumlah Pertanyaan Ketua KPPS dan Pengawas TPS Gelagapan

Usai dilepas oleh Lanal Labuan Bajo, para nelayan tradisional ini langsung diarahkan untuk berkumpul di rumah Abi Salim di Golo Koe. “Semua (para penambang) udah di Labuan Bajo pak. Mereka kumpul di rumah Abi Salim di Golo Koe. Bapak silahkan ke sana langsung,” ujar Abdulah.

Media ini pun mendatangi rumah Abi Salim di Golo Koe, namun sampai di sana para nelayan dan Abi Salim tidak ada di rumah. Hal itu disampaikam oleh isteri dari Abi Salim saat ditanya wartawan.

Media ini sudah mendatangi kantor Lanal Labuan Bajo pada Kamis, 13 Februari untuk mengkonfirmasi mengenai pelaku yang dibebaskan dan sumber data hasil kerugian negara 1, 8 M yang diklaim.

Anggota TNI yang berjaga dibalik pintu gerbang mengatakan bahwa Komandan Lanal Labuan Bajo, Letkol Laut (P) Iwan Hendra Susilo tidak berada di tempat. Anggota itu pun hanya meminta nomor wartawan yang hendak mengkonfirmasi.

*Mangrove Dibabat Hingga Laut Dipagar*

Untuk memastikan keterangan dari para penambang, media ini mendatangi lokasi reklamasi Mawatu Resort, Selasa (18/2/2025).

Mawatu Resort telah memagari laut sekitar 100 meter ke dalam dari bibir pantai dengan menggunakan batu batu besar.

Sementara itu, pasir yang diperoleh dari para penambang ilegal masih menumpuk di satu tempat. Tak jauh dari pagar laut, ribuan pohon mangrove dibabat habis. Tumpukan material mulai terisi, dan persis di tempat yang sama, sebuah bangunan akan dibangun.

Para pekerja yang ditemui media ini enggan memberi komentar. Media ini mencoba mengkonfirmasi pihak hotel. Namun, sekuriti yang berjaga mengatakan pihak Mawatu tidak ada di lokasi. Ia tidak memberikan jawaban saat ditanya siapa pemilik Mawatu.

Media ini meminta bertemu dengan penanggung jawab proyek, namum tidak diizinkan. Sekuriti berdalih tidak mengetahui penanggungjawab proyek reklamasi tersebut.

Sementara itu, Rianto, orang Mawatu yang disebut oleh para penambang bertugas mencatat jumlah (kubik) pasir yang dijual oleh para penambang, keluar dari area proyek dengan menggunakan sepeda motor. Para pekerja memastikan bahwa, orang tersebut adalah Rianto.

Mengutip dari website, Mawatu Resort merupakan kawasan pengembangan mewah seluas 11,6 hektar yang diperuntukkan bagi pariwisata.

Terletak di Batu Cermin, Labuan Bajo, Pulau Flores – sekitar 7 kilometer di timur laut Bandara Internasional Komodo, proyek ini akan dibangun di lahan perbukitan di sepanjang garis pantai.

Resor ini terdiri dari beberapa bangunan dengan berbagai fasilitas, termasuk hotel dan vila bintang 5, hotel butik, pusat kota, vila terapung, restoran, kapel, plaza, dan area parkir. Davy Sukamta and Partners ditunjuk sebagai konsultan infrastruktur untuk proyek ini.

Merujuk pada SK Bupati Manggarai Barat Nomor: 285/KEP/HK/2019, seidaknya ada 11 bangunan hotel dan resort dari Pantai Wae Cicu hingga Pantai Pede dinyatakan melanggar ketentuan garis sempadan pantai dan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

SK itu mengatur tentang denda administratif bagi hotel dan resort yang melanggar.

Kesebelas hotel itu adalah Ayana Komodo Resort, La Prima Hotel, Sylvia Resort Komodo, Plataran Komodo Wae Cicu, Bintang Flores, Sudamala Resort, Waecicu Beach Inn, Jayakarta Suites, Puri Sari Beach, Atlantis Beach Club dan Luwansa Beach Resort.