Dana Desa yang dikucurkan pemerintah setiap tahun bertujuan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan pelayanan publik, hingga pemberdayaan masyarakat desa. Namun, tidak jarang dana yang seharusnya bermanfaat untuk kepentingan bersama justru disalahgunakan oleh oknum kepala desa. Kasus korupsi dana desa kerap terungkap di berbagai daerah dan menimbulkan kerugian besar bagi negara sekaligus merugikan warga desa.
Berikut beberapa ciri-ciri yang patut dicurigai sebagai tanda dana desa dikorupsi kepala desa:
1. Proyek Fisik Mangkrak atau Tidak Sesuai Rencana
Salah satu indikator paling mencolok adalah proyek pembangunan desa yang terbengkalai atau tidak sesuai dengan spesifikasi. Misalnya, jalan desa yang baru dibangun sudah rusak, jembatan yang tidak selesai, atau bangunan posyandu yang dibiarkan kosong tanpa peralatan. Kondisi ini biasanya akibat anggaran dipotong demi keuntungan pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
2. Tidak Transparan dalam Penggunaan Anggaran
Kepala desa seharusnya mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) secara terbuka melalui papan informasi desa, musyawarah desa, maupun media lainnya. Jika laporan anggaran tidak pernah dipublikasikan, atau informasi penggunaan dana desa sulit diakses warga, ada kemungkinan terjadi penyelewengan.
3. Musyawarah Desa Hanya Formalitas
Setiap program seharusnya dibahas dalam musyawarah desa dengan melibatkan tokoh masyarakat, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan warga. Namun, jika musyawarah desa hanya dilakukan sekadar memenuhi syarat tanpa benar-benar melibatkan masyarakat, itu bisa menjadi tanda bahwa perencanaan proyek sengaja diatur untuk menguntungkan pihak tertentu.
4. Laporan Pertanggungjawaban Tidak Jelas
Laporan pertanggungjawaban (LPJ) dana desa wajib dibuat secara rinci. Namun, praktik korupsi biasanya ditandai dengan laporan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, banyak angka yang dimanipulasi, atau laporan fiktif untuk proyek yang sebenarnya tidak pernah ada.
5. Gaya Hidup Kepala Desa Mendadak Mewah
Kepala desa yang sebelumnya hidup sederhana lalu tiba-tiba menunjukkan gaya hidup mewah—seperti membeli mobil baru, membangun rumah megah, atau sering bepergian ke luar kota tanpa sumber penghasilan tambahan yang jelas—perlu dicurigai menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi.
6. Adanya Proyek Siluman
Proyek siluman adalah program yang muncul tiba-tiba tanpa sepengetahuan warga, tidak tercantum dalam APBDes, namun dibiayai dengan dana desa. Biasanya, proyek semacam ini rawan manipulasi anggaran karena tidak melalui prosedur perencanaan dan pengawasan yang sah.
7. Masyarakat Tidak Dilibatkan dalam Pengawasan
Masyarakat memiliki hak untuk ikut mengawasi penggunaan dana desa. Jika kepala desa atau aparatnya menutup-nutupi informasi dan tidak memberi ruang partisipasi warga, bisa jadi ada upaya untuk menyembunyikan praktik korupsi.
8. Indikasi Mark Up Anggaran
Korupsi dana desa sering dilakukan melalui mark up (penggelembungan) anggaran. Misalnya, pembelian material atau barang dicatat jauh lebih mahal dari harga pasar. Akibatnya, sisa dana yang dikorupsi masuk ke kantong pribadi oknum kepala desa dan kroninya.
9. Adanya Konflik dengan BPD atau Aparat Desa Lain
Jika BPD atau perangkat desa yang kritis terhadap penggunaan dana desa justru dimusuhi, diintimidasi, atau disingkirkan, besar kemungkinan ada penyelewengan yang tidak ingin diketahui publik.
Pentingnya Peran Warga dalam Pengawasan
Masyarakat desa berhak dan wajib mengawasi penggunaan dana desa. Transparansi, partisipasi, dan pelaporan yang akurat merupakan kunci mencegah terjadinya korupsi. Jika warga menemukan tanda-tanda penyelewengan, segera laporkan ke BPD, inspektorat daerah, atau aparat penegak hukum.
Halaman : 1 2 Selanjutnya






