Opini  

Fenomena Mario

Nama 'Mario' pasca Pileg 2024, telah menjadi sebuah 'fenomena'. Arus dukungan terhadap dirinya 'mengalir' dari pelbagai penjuru Mabar.

Fenomena Mario
Sil Joni (Dok.Pribadi)

Oleh: Sil Joni*

Sosok muda dalam kontestasi Pilkada Mabar, sedang on fire. Rasa percaya diri dari kubu yang menjagokan ‘figur muda’ dalam pertarungan kekuasaan politik ‘kian melambung’. Bahkan ditengarai bahwa figur muda tersebut sangat potensial untuk menjadi ‘kompetitor sepadan’ bagi pasangan calon (paslon) incumbent saat ini.

Kebetulan kandidat yang diusung ‘bukan politisi kacangan’. Meski berusia muda, tetapi jam terbang dan debut dalam kancah politik lokal, sudah mendekati fase kematangan. Bukti teranyar adalah sosok itu berhasil merebut hati publik konstituen dalam pemilihan legislatif (pileg) kemarin. Sosok muda itu sukses meraih suara tertinggi (4600). Sebuah political record yang fantastis.

Nama ‘Mario’ pasca Pileg 2024, telah menjadi sebuah ‘fenomena’. Arus dukungan terhadap dirinya ‘mengalir’ dari pelbagai penjuru Mabar. Fanatisme publik itu ‘disambut’ baik oleh partai politik. Kendati saat ini belum ada satu partai pun yang telah memberikan ‘restu politik’ melalui Surat Keputusan (SK) resmi dari Dewan Pengurus Pusat (DPP), namun bisa ditebak bahwa ‘kandidat’ ini bakal tak menemui aral yang berarti dalam mendapatkan ‘tiket politik’ itu.

Benar bahwa publik mendukung dirinya dalam Pileg kemarin untuk menjadi ‘pengeras suara, jembatan, pejuang aspirasi’ atau yang familiar disebut DPRD. Tetapi, rupanya ‘ruang parlemen lokal’ terlalu sempit baginya untuk ‘menuntaskan’ idealisme mengubah tingkat kemaslahatan publik. Dengan kapasitas politik yang dipunyai saat ini, rasanya tidak salah jika dirinya mencoba mendapatkan ‘ruang yang lebih luas’ agar cita-cita itu lekas termanifestasi.

Harapan pribadi itu ternyata mendapat respons positif dari publik. Nama ‘Mario’ dianggap sebagai ‘figur alternatif’ yang bisa membawa biduk Mabar ke pantai yang lebih menjanjikan. Meski sepak terjangnya dalam dunia legislatif belum terlihat, tetapi banyak pihak meyakini bahwa ‘anak muda’ ini punya kecakapan lebih untuk menahkodai kabupaten pariwisata ini.

Baca Juga:  Pembangunan Wisata Halal Labuan Bajo Untuk Siapa?

Jangan lupa bahwa Mario adalah ‘anak’ dari Bupati Mabar Periode pertama, Wilfridus Fidelis Pranda. Karena itu, rasanya nama Mario Pranda punya ‘daya tendang’ yang luar biasa ketimbang Mario saja. Setidaknya, dengan menambahkan kata ‘Pranda’ dalam nama itu, bisa menghadirkan ‘citra’ bahwa roh kepemimpinan masa lalu ‘hadir kembali’ dalam wujud yang lebih segar, kreatif, dan energik.

Optimisme terhadap figur ini semakin tinggi ketika berhembus kabar bahwa dirinya kemungkinan akan berpasangan dengan Rikar Sontani, seorang birokrat muda dengan reputasi dan jejak karier tanpa cacat. Ketika dua orang muda hebat dan berbakat bersanding dalam ‘satu perahu’, rasanya mimpi menjadi kampium kontestasi bakal jadi kenyataan.

Memang sampai detik ini, Rikar masih ‘malu-malu’ untuk menyatakan secara eksplisit perihal kesediaannya dipinang oleh Mario. Tetapi, beberapa pihak meyakini jika ‘birokrat potensial’ ini, bersedia ‘banting stir’ untuk menjadi aktor utama kontestasi Pilkada Mabar edisi 2024.

Duet ini diprediksi bakal ‘merepotkan’ Paslon lain termasuk petahana. Apalagi muncul ‘gosip politik’ bahwa salah satu petinggi partai Demokrat yang tidak lain anggota DPR RI hampir lima periode menjadi ‘sutradara’ dalam proses kandidasi ini. Atas dasar itu, berkibarnya panji optimisme dari para ‘broker politik’ dan simpatisan dari duet ini, rasanya tidak terlalu berlebihan.

Baca Juga:  Pilkada Mabar, Militansi Dukungan Untuk Mario-Richard Semakin Membeludak

Para pendukung terlihat begitu atraktif dan agresif dalam ‘memasarkan’ Paslon jagoan mereka. Ruang publik menjadi lebih semarak. Foto (baliho) yang disisipi beberapa ‘jargon politik’, melayang secara bebas dalam ruang publik. Sayangnya, produk yang ditawarkan itu, masih berupa kulit luar (atribut fisik). Publik belum ‘mengecap’ seperti apa isi kepala mereka dalam upaya mengubah wajah dan kontur politik daerah ini.

Tetapi, minusnya narasi politik bermutu itu, tidak hanya terjadi pada Paslon muda itu. Hampir pasti bahwa energi para kandidat saat ini tercurah hanya untuk mendapat ‘kendaraan politik’. Momen adu gagasan sepertinya ‘belum tiba’.

Sambil menanti momen ‘perang ide’ itu benar-benar terjadi, sebagian publik dihinggapi suara yang bersifat pesimistis. Pasalnya, mereka masih ‘sangsi’ dengan keseriusan duet ini untuk maju dalam medan laga politik itu. Mereka merasa perlu untuk mendapatkan ‘garansi’ bahwa keduanya berjuang all out dalam upaya perebutan kekuasaan ini.

Pertanyaan yang muncul ke permukaan adalah benarkah Mario dan Rikar ingin ‘mundur’ dari jabatan yang mereka sandang saat ini (DPRD untuk Mario dan Kabag administrasi pembangunan untuk Rikar)? Apa bukti bahwa keduanya sungguh-sungguh ingin ‘pensiun dini’ dari jabatan prestisius itu? Apakah ada semacam kewajiban bagi keduanya untuk ‘membuat surat pengunduran diri’? Jika iya, kapan surat itu dibuat?

Kita tahu bahwa Mario baru saja terpilih menjadi anggota DPRD Mabar. Hampir semua kemegahan dan kenikmatan duniawi bisa dirasakan dalam kawasan legislatif itu. Tetapi, Mario dengan tahu dan mau ‘tak peduli’ dengan aneka kemudahan semacam itu. Beliau lebih memilih untuk bermukim di kawasan kekuasaan yang lebih seksi dan prestisius.

Baca Juga:  Orang Miskin "Dilarang Makan"? (Catatan Kritis Soal "Getok Harga" Kuliner di Kampung Ujung)

Hal yang sama terjadi pada Rikar jika niat untuk ‘belok haluan’ itu bukan tipuan belaka. Kariernya dalam dunia birokrasi ‘melejit’. Dalam usia yang relatif muda, dirinya telah mengemban tugas sebagai Kepala Bagian (Kabag) Administrasi dalam lingkungan Pemda Mabar. Dari sisi karier dan pendapatan, jabatan itu sebetulnya sangat menjanjikan. Bukan tidak mungkin dalam waktu tidak lama lagi dirinya bisa menjadi Kepala Dinas dan bahkan Sekretaris Daerah (Sekda).

Namun, Rikar dengan mantap mau meninggalkan ‘peluang karier birokrasi’ semacam itu. Beliau (sekali lagi jika isu pencalonannya benar), hendak ‘melompat’ ke jabatan politik top untuk level Kabupaten. Tentu, keputusan semacam itu dilatari oleh pertimbangan dan kalkulasi politik yang bersifat personal. Kita mesti menghargai ‘hak’ orang untuk maju dalam kontestasi dan bermimpi meraih kursi kuasa yang lebih besar.

Soal kepastian duet ini maju dalam arena perang politik, hanya mereka yang tahu. Publik hanya sebatas menduga sambil menanti momen ‘pengesahan dan pendaftaran’ sebagai salah satu Paslon. Jika skenario ini berjalan mulus, maka Pilkada Mabar kali ini bakal lebih seru dan kompetitif.

Apapun skenario yang terjadi kelak, satu yang pasti bahwa nama ‘Mario’ telah menjadi sebuah ‘fenomena’ dalam jagat politik lokal. Mario berhasil ‘mencuri’ perhatian publik dan bahkan digadang-gadang sebagai ‘the next leader’. Apakah ‘fenomena Mario’ itu muncul karena ‘faktor nama besar sang ayah’ atau murni karena kecakapan pribadinya? Biarkan waktu yang menjawabnya.

*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.